Pemotong PPh Pasal 23/26 Wajib Pakai E-Bupot, Ini Detailnya
Bisnis.com, JAKARTA - Semua wajib pajak (WP) yang melakukan pemotongan PPh pasal 23/26 wajib menggunakan bukti potong elektronik atau e-Bupot serta menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) masa.
Ketentuan ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utamo dalam Keputusan No.KEP-368/PJ/2020 yang diterbitkan pada 10 Agustus 2020.
Dalam beleid ini, ada empat substansi utama. Pertama, pelaksanaan kewajiban tersebut dilakukan mulai masa September 2020.
Kedua, ketentuan ini juga berlaku bagi WP yang terdaftar sebelum 1 September 2020 namun tak memenuhi ketentuan dan baru terdaftar sejak 1 September 2020.
Ketiga, pemotong PPh Pasal 23 atau Pasal 26 wajib memiliki sertifikat elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020.
Keempat, apabila terdapat kekeliruan dalam Keputusan Direktur Jenderal ini, maka akan dibetulkan sebagaimana mestinya.
Sebelumnya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama wajib menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26 untuk membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 mulai Agustus 2020.
Dikutip dari buku APBN Kita, pemerintah menyebut aplikasi ini adalah salah satu inovasi di bidang teknologi nformasi yang bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak, menjamin kepastian hukum, mengawal akurasi data perpajakan, dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.
Adapun, tahap pertama aplikasi e-Bupot 23/26 dimulai pada September 2017 yang diujicobakan pada 15 wajib pajak terpilih. "Sejak itu, penggunaan aplikasi ini terus bertambah dan memasuki Tahap VI per Agustus 2020," tulis pemerintah yang dikutip Bisnis, Rabu (22/7/2020).
Menurut rencana, implementasinya akan diperluas untuk seluruh Pemotong Aplikasi e-Bupot 23/26 yang terdaftar di KPP seluruh Indonesia pada September 2020.
Selama ini, pelaporan elektronik SPT PPh Pasal 23/26 belum diakomodasi oleh laman DJP sehingga sebagian besar wajib pajak masih perlu mengantre di KPP untuk melaporkannya secara langsung atau mengirimkan via pos.
Kini, dengan aplikasi yang berbasis web, wajib pajak dapat mengaksesnya di mana pun selama terhubung dengan internet.
Aplikasi ini didesain untuk memudahkan Pemotong Pajak dalam menerbitkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23, membuat kode billing pembayaran pajaknya, sekaligus melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26 dalam satu program.
"Sistem ini juga menjamin kepastian hukum terkait status dan keandalan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26," tulis publikasi itu lagi.
Dengan merujuk pada ketentuan tersebut maka fasilitas fiskal berupa PPh final 0,5 persen bagi WP badan PT akan berlaku hingga akhir tahun pajak 2020. Sementara bagi WP Badan berbentuk koperasi, CV, atau firma, berlaku hingga akhir tahun pajak 2021.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi akan membawa revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Bea Materai untuk disahkan dalam Sidang Paripurna.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana untuk menerapkan identitas tunggal atau Single Identification Number (SID) di Indonesia. Dengan rencana ini maka nantinya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada di KTP akan digabung menjadi satu.