a a a a a
Relaksasi Denda Kepabeanan Berlaku, Berikut Detail Perubahannya | News & Events | First Consulting
logo
News & Events

News & Events

Relaksasi Denda Kepabeanan Berlaku, Berikut Detail Perubahannya

Relaksasi Denda Kepabeanan Berlaku, Berikut Detail Perubahannya

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan bahwa relaksasi denda kepabeanan akan berlaku efektif mulai 15 Juli 2019. Berikut detail perubahan atau relaksasi yang diberikan.

Relaksasi tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP No.28/2008 terkait Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan. Dalam beleid anyar tersebut layer sanksi diperluas dari semula 5 layer menjadi 10 layer.

Sebagaimana diketahui dalam PP No. 28/2008 lapisan pengenaan sanksi bagi eksportir maupun importir yang kurang memenuhi kewajiban kepabeanannya dibagi menjadi lima bagian. Pertama, kurang sampai dengan 25% dikenai denda sebesar 100% dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar.

Kedua, di atas 25% sampai dengan 50% dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 200%. Ketiga, di atas 50% - 75% dikenai denda sebesar 400%. Keempat, di atas 75% - 100% dikenai denda sebesar 700%. Kelima, di atas 100% dikenai denda 1000% dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar.

Sementara itu dalam ketentuan yang baru, kekurangan sampai dengan 50% dikenai denda 100%, di atas 50% - 100% dikenai denda 125%, di atas 100% - 150% denda 150%, di atas 150% - 200% dikenai denda 175%, dan di atas 200% - 250% dikenakan denda 200%.

Adapun eksportir maupun improtir yang kurang bayar 250% - 300% dikenai denda sebesar 225%, di atas 300% - 350% dikenai denda
250%, di atas 350% - 400% dikenai denda 300%, lebih dari 400% - 450% dikenai denda sebesar 600%, dan yang terakhir di atas 450% dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 1.000%.

Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantoro mengklaim bahwa perubahan beleid ini diberlakukan untuk menindaklanjuti aspirasi dari berbagi pihak. Pasalnya dalam aturan existing, mekanisme pelaksanaan sanksinya dinilai terlalu mudah untuk mencapai denda 1.000%.

"Kami berupaya menyempurnakan, penjejangan sanksi adminstrasi berupa denda dari lima jenjang diubah menjadi 10 jenjang untuk mencapai denda maksimal 1.000%," kata Deni kepada Bisnis.com, Senin (17/6/2019).

Deni menampik jika perubahan mekanisme dan skema sanksi akan menggerus kepatuhan para eksportir maupun importir. Implementasi PP No.39/2019 menurutnya, justru dapat memberikan rasa keadilan dan mendorong kepatuhan pelaku usaha.

Apalagi selain pengenaan sanksi administrasi berupa denda yang bertujuan untuk memberikan efek jera, pelonggaran layer atau lapisan sanksi ini juga tetap mempertimbangkan keberlangsungan dunia usaha.
News & Events Relaksasi Denda Kepabeanan Berlaku, Berikut Detail Perubahannya

Latest News & Events

Poin  Poin Lengkap RUU HPP  Tarif PPN Terbaru hingga Tax Amnesty Jilid IIPoin - Poin Lengkap RUU HPP : Tarif PPN Terbaru hingga Tax Amnesty Jilid II
Poin - Poin Lengkap RUU HPP : Tarif PPN Terbaru hingga Tax Amnesty Jilid II
RUU Cipta Kerja Disahkan! Kluster Pajak Masuk Didalamnya, Berikut Perubahan Pasal di UU Pajak
RUU Cipta Kerja Disahkan! Kluster Pajak Masuk Didalamnya, Berikut Perubahan Pasal di UU Pajak
Fasilitas PPh Final 0,5 Persen Bagi UMKM Segera Berakhir, Ini Penjelasan DJP
Dengan merujuk pada ketentuan tersebut maka fasilitas fiskal berupa PPh final 0,5 persen bagi WP badan PT akan berlaku hingga akhir tahun pajak 2020. Sementara bagi WP Badan berbentuk koperasi, CV, atau firma, berlaku hingga akhir tahun pajak 2021.
Sederet Fakta Bea Materai yang Naik Jadi Rp 10.000 di 2021
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi akan membawa revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Bea Materai untuk disahkan dalam Sidang Paripurna.
Perburuan Dimulai! Ini Alasan NPWP & NIK KTP Bakal Digabung
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana untuk menerapkan identitas tunggal atau Single Identification Number (SID) di Indonesia. Dengan rencana ini maka nantinya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada di KTP akan digabung menjadi satu.